Fotografer KOMPAS pemenang dua kali penghargaan bergengsi
World Press Photo, almarhum Kartono Riyadi, adalah nama yang tak
habis-habisnya sering dibicarakan orang soal kreativitasnya dalam
fotografi. Saya pernah mendengar cerita tentang kreatifitasnya dari
Arbain Rambey, fotografer senior KOMPAS yang lain. Arbain bilang
almarhum Kartono Riyadi (KR) pernah meliput suatu peristiwa dan ia tak
membawa lampu flash. Sialnya ia harus meliput di dalam ruangan yang
pencahayannya minim. Di eranya KR yang belum ada kamera D3 atau D700
yang bisa memotret sampai iso 6400 dengan kualitas gambar yang masih
bagus. Jadi mau nggak mau lampu flash dibutuhkan untuk pencahayaan.
Dakam kondisi seperti itu ide kreatifnya pun muncul.
Kebetulan banyak fotojurnalis lain yang juga meliput mambawa
lampu flash. Ia berpikir untuk memanfaatkan nyala lampu flash
fotojurnalis lain untuk pemotretan. Tapi bagaimana mengakali agar lampu
flash teman-temannya tertangkap dengan kamera kita? Memotretnya harus
barengan? Jelas mustahil, itu merepotkan teman-temannya karena harus
dikomando agar kompak. Dengan terus menerus menekan tombol dengan
harapan ada nyala flash yang bersamaan waktunya dengan tekanan tombol
kita? Bisa saja, tapi tingkat kepastiannya rendah.
Satu-satunya cara adalah dengan menepatkan waktu bukaan rana
kita dengan nyala lampu flash. Tapi bagaimana caranya agar bisa
menyamakan waktu tekanan tombol kita dengan nyala flash fotojurnalis
lainnya? KR tak kehilangan akal, maka di setnya seting kamera ke mode
BULB. Dengan seting BULB maka lamanya bukaan rana ditentukan oleh jari
yang menekan tombol. Ketika lampu flash fotojurnalis lain menyala dengan
cepat jari diangkat dari tombol dan rana pun menutup. Otomatis cahaya
lampu flash akan tertangkap dan bisa menghasilkan gambar seperti kita
menggunakan lampu flash sendiri. Jenius!
Dan kemarin waktu saya ke pergi ke Bali dan di ajak untuk
makan di sebuah restoran kreativitas dari KR saya praktekan. Maklum
kondisi outdoor restoran remang-remang (kenapa sih harus remang?). Kali
ini bukan dengan bantuan flash dari kamera DSLR tapi flash dari kamera
yang terpasang di alat komunikasi Blackberry. Malah lebih mudah dari
metode KR karena tidak harus menyeting mode kamera menjadi BULB. Cukup
dengan seting iso ke 800 lalu menggunakan seting MANUAL dengan speed
sekitar 1/15-1/30 dan bukaan f.2.8.
Metodenya adalah kita menggunakan lampu flash Blackberry
sebagai FILL IN. Maksudnya untuk mengisi cahaya di bidang yang perlu
diterangi. Dan ternyata berhasil! Dengan flash Blackberry terasa jauh
lebih mudah. Karena nyala lampu flashnya tidak hanya sekali seperti
lampu flash DSLR tapi agak lama (1-2 detik?) seperti lampu continous.
Flash continous itu gunanya untuk mengukur pencahayaan obyek yang akan
difoto. Nah, ketika flash Blacberry menyala “agak lama” dengan cepat
saya menekan tombol kamera. Hasilnya seperti foto pertama yang paling
atas.
Sedang foto kedua saya menggunakan teknik BULBnya almarhum
KR : saya memanfaatkan nyala lampu flash DSLR teman saya untuk
pencahayaan dalam pemotretan. Kekurangan dari teknik ini adalah ketika
kita menyetingnya dengan BULB cahaya available yang ada di sana akan
terekam semua. Maka konsekuensi guncangan kamera akan tinggi karena
flash hanya mengisi ketika rana akan menutup. Maka foto yang dihasilkan
pun agak goyang-goyang. Lebih baik dengan teknik BULB ini jika tidak ada
cahaya availablenya alaias gelap total. Maka walaupun agak lama kita
menekan tombol tak ada cahaya available yang terekam. Dan ketika flash
menyala hanya cahaya itulah yang tertangkap kamera, otomatis probelm
guncangan kamera bisa diselesaikan.
Silakan mencoba teknik pencahayaan dengan teknik solongan cahaya flash orang ini!
Posting Komentar